Jpnn24

Website Berita Online Paling Update

Teknologi

Empty Sella Syndrome, Kenali Gejala Dan Cara Mengatasinya

Empty Sella Syndrome, Kenali Gejala Dan Cara Mengatasinya
Empty Sella Syndrome, Kenali Gejala Dan Cara Mengatasinya

Empty Sella Syndrome (ESS) Yaitu Kondisi Medis Di Mana Sella Turcica, Struktur Tulang Di Dasar Tengkorak Yang Berisi Kelenjar Pituitari. Namun akan terlihat kosong atau hampir kosong pada pencitraan otak seperti MRI atau CT scan. Penyakit Empty Sella Syndrome ini dapat di bagi menjadi dua kategori utama, yaitu ESS primer dan ESS sekunder.

Yang pertama yaitu Empty Sella Syndrome primer yang terjadi ketika sella turcica berkembang abnormal atau memiliki efek pada membran diafragma sella yang menutupi kelenjar pituitari. Di mana hal ini memungkinkan cairan serebrospinal (CSF) masuk ke dalam sella. Sehingga dapat menyebabkan kelenjar pituitari menjadi terkompresi atau terdorong ke samping. Nah hal inilah yang mungkin memberikan tampilan kosong pada pencitraan. Penyakit ESS primer sering ini di temukan secara kebetulan selama pencitraan otak untuk alasan lain. Dan juga lebih sering terjadi pada wanita paruh baya dengan kelebihan berat badan dan tekanan darah tinggi.

Yang selanjutnya yaitu Empty Sella Syndrome sekunder yang terjadi akibat kondisi lain yang menyebabkan sella turcica tampak kosong. Misalnya seperti pembedahan, radiasi, trauma, infark pituitari, atau tumor pituitari yang menyusut setelah perawatan. Sehingga di dalam kasus ini, kelenjar pituitari sebelumnya normal tetapi kemudian terpengaruh oleh intervensi medis atau patologis. Namun secara klinis, banyak sekali orang dengan ESS tidak menunjukkan gejala dan tidak juga memerlukan pengobatan. Akan tetapi, pada beberapa kasus, ESS juga dapat menyebabkan masalah hormonal karena gangguan fungsi pituitari. Dengan mengalami gejala terkait ketidakseimbangan hormon seperti hipotiroidisme, hipopituitarisme, atau hiperprolaktinemia. Maka dari itu gejala pada pria mungkin termasuk disfungsi ereksi, sementara pada wanita mungkin termasuk perubahan siklus menstruasi. Namun secara keseluruhan, prognosis bagi individu dengan ESS umumnya baik. Bahkan juga terutama bagi mereka tanpa gejala yang cukup signifikan.

Tanda-Tanda Dari Empty Sella Syndrome

Selanjutnya penyakit Empty Sella Syndrome (ESS) merupakan suatu kondisi yang sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Yang bahkan terutama pada kasus ESS primer. Tetapi ketika gejala muncul, mereka biasanya terkait dengan disfungsi kelenjar pituitari atau efek massa dari sella turcica yang terisi cairan serebrospinal (CSF). Dan oleh sebab itu terdapat beberapa Tanda-Tanda Dari Empty Sella Syndrome. Salah satu gejala yang paling umum pada ESS adalah sakit kepala kronis. Dengan intensitas dan lokasi sakit kepala bisa bervariasi, tetapi juga sering kali bersifat persisten dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Gejala selanjutnya yaitu masalah penglihatan, yang beberapa penderita ESS melaporkan gangguan penglihatan. Yang di mana hal ini termasuk penglihatan kabur atau kehilangan lapangan pandang perifer. Tentu hal ini di sebabkan oleh tekanan yang di berikan pada saraf optik atau jalur visual oleh cairan serebrospinal. Kemudian juga terdapat gejala hormonal, salah satunya yaitu defisiensi hormon pertumbuhan pada orang dewasa. Sehingga hal ini dapat menyebabkan penurunan massa otot dan kekuatan, peningkatan lemak tubuh, dan penurunan kualitas hidup secara umum. Namun jika pada anak-anak, defisiensi ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang terhambat.

Gejala lainnya yaitu adanya hipogonadisme Pada pria, yang di mana ini bisa menyebabkan disfungsi ereksi, penurunan libido, dan infertilitas. Sedangkan pada wanita, gejalanya bisa termasuk gangguan menstruasi, hot flashes, dan infertilitas. Selain itu juga terdapat gejala hiperprolaktinemia, yaitu peningkatan kadar hormon prolaktin. Yang bisa dapat menyebabkan galaktorea (produksi susu yang tidak normal), gangguan menstruasi pada wanita, dan penurunan libido serta infertilitas pada pria. Dan bahkan insufisiensi adrenal yang termasuk ke dalam gejala kelelahan ekstrim, penurunan berat badan, tekanan darah rendah, dan hipoglikemia. Dan yang terakhir yaitu adanya tekanan darah tinggi yang terjadi pada beberapa pasien. Yang dengan ESS juga menunjukkan tekanan darah tinggi, yang mungkin terkait dengan gangguan hormonal.

Faktor Penyebab Penyakit ESS

Nah kemudian Faktor Penyebab Penyakit ESS masih belum sepenuhnya di pahami, tetapi ada beberapa faktor yang dapat berperan dalam perkembangannya. Yang utama yaitu adanya trauma kepala atau cedera otak traumatis di mana mungkin menjadi salah satu penyebab ESS. Karena cedera ini mungkin bisa mengakibatkan penekanan pada kelenjar pituitari atau merusak strukturnya. Hal ini tentu dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal dan menyebabkan peningkatan tekanan di dalamnya.

Namun dalam beberapa kasus ESS dapat terkait dengan kelainan kongenital yang mempengaruhi perkembangan kelenjar pituitari atau struktur lainnya. Contohnya seperti, adanya kelainan bawaan pada membran yang melapisi kelenjar pituitari atau malformasi pada daerah sekitarnya. Sehingga hal inilah yang tentu dapat menyebabkan ruang kosong terbentuk di dalam sella. Selain itu juga adanya tindakan bedah di daerah pituitari atau otak bagian atas lainnya dapat menjadi penyebab ESS. Sebab mungkin operasi ini di perlukan untuk mengatasi masalah seperti tumor pituitari atau perdarahan di daerah tersebut. Tetapi juga kadang-kadang pembedahan itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan aliran cairan serebrospinal. Yang lalu kemudian mengarah pada pembentukan empty sella.

Namun ada juga beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara obesitas dan pengembangan ESS. Dan walaupun mekanisme pastinya belum sepenuhnya di pahami, tetapi obesitas dapat mempengaruhi tekanan intrakranial dan aliran cairan serebrospinal. Hingga di mana yang pada akhirnya dapat memengaruhi struktur dan fungsi kelenjar pituitari. Bahkan meskipun belum sepenuhnya di pahami, ada juga kemungkinan bahwa faktor genetik juga dapat memainkan peran dalam pengembangan ESS. Karena banyak beberapa studi telah menunjukkan adanya kecenderungan keluarga dalam beberapa kasus ESS. Serta juga menyarankan adanya faktor genetik yang terlibat dalam kerentanan terhadap kondisi ini. Meski beberapa faktor-faktor ini dapat berperan dalam pengembangan ESS, sangat penting untuk di ingat bahwa kondisi ini seringkali tidak menimbulkan gejala. Serta juga di temukan secara kebetulan melalui pemeriksaan pencitraan otak untuk alasan lain.

Pengobatan Penyakit Empty Sella Syndrome

Selanjutnya juga ada banyak sekali macam-macam cara mengatasi penyakit ESS ini. Lalu Pengobatan Penyakit Empty Sella Syndrome ini bergantung pada gejala dan penyebab yang mendasari kondisi ini. Nah apabila jika penyakit ESS menyebabkan disfungsi pituitari yang mengakibatkan ketidakseimbangan hormonal. Maka dari itu dengan terapi penggantian hormon mungkin di perlukan. Misalnya seperti hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon seks, dan juga kortikosteroid. Kemudian juga pada beberapa kasus ESS yang terkait dengan tekanan intrakranial yang meningkat. Kondisi seperti pada pseudotumor cerebri (hipertensi intrakranial idiopatik), pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi tekanan ini. Di mana pendekatan ini meliputi obat-obatan, penurunan berat badan, serta juga pungsi lumbal.

Lalu selain itu juga tindakan pembedahan yang jarang di perlukan, namun mungkin di pertimbangkan jika ESS menyebabkan komplikasi serius. Misalnya seperti kebocoran cairan serebrospinal (CSF) atau masalah neurologis lainnya. Yang di mana tindakan bedah ini dapat melibatkan rekonstruksi sella turcica dan juga tindakan shunting. Namun apabila jika ESS menyebabkan gejala seperti sakit kepala atau gangguan penglihatan. Maka cara pengobatan simtomatik mungkin sangat perlu di berikan. Hal inilah yang mungkin termasuk penggunaan analgesik untuk mengatasi sakit kepala atau konsultasi dengan spesialis mata jika ada gangguan penglihatan. Dan yang terakhir, penderita ESS harus menjalani pemeriksaan berkala. Hal ini untuk memantau fungsi pituitari dan gejala yang mungkin berkembang. Hasil dari pemantauan ini membantu mendeteksi perubahan kondisi lebih awal dan menyesuaikan pengobatan sesuai penyakit Empty Sella Syndrome.